
Meruncingkan Gigi, memperpanjang telinga, Bibir Piring, Gelang leher jerapah dan Tambal Hidung adalah kecantikan bagi suku mereka. Itulah mengapa modifikasi tubuh ini lebih banyak dilakukan oleh wanita daripada pria. Tapi apapun mode modifikasi tubuh saat ini, semua itu telah dilakukan sebelumnya oleh suku-suku di seluruh dunia, seringkali selama ratusan tahun.
Dibawah ini beberapa suku yang melakukan beragam modifikasi tubuh seperti yang dikutip dari versesofuniverse.blogspot.com
Suku Mursi

Suku Mursi atau Murzu adalah penggembala ternak yang hidup nomaden di Ethiopia dekat dengan perbatasan Sudan, salah satu daerah di negara itu yang paling terisolasi. Populasi suku Mursi saat ini diperkirakan 6000 samapai 10.000. Para wanita suku mursi mengenakan piring yang dipakaikan pada bibir bawah mulutnya. pemakaian piring ini adalah sebagai tanda bagi daya tahan, kedewasaan dan kecantikan diantara wanita suku mursi. Semakin besar dan indah piring yang terselip di bibir, maka wanita tersebut semakin tinggi staminanya, semakin kaya dan semakin cantik. Bagaimana mereka makan denga bibir seperti itu? Yang jelas di suku ini mungkin tidak mengenal cium bibir

Suku Mursi atau Murzu adalah penggembala ternak yang hidup nomaden di Ethiopia dekat dengan perbatasan Sudan, salah satu daerah di negara itu yang paling terisolasi. Populasi suku Mursi saat ini diperkirakan 6000 samapai 10.000. Para wanita suku mursi mengenakan piring yang dipakaikan pada bibir bawah mulutnya. pemakaian piring ini adalah sebagai tanda bagi daya tahan, kedewasaan dan kecantikan diantara wanita suku mursi. Semakin besar dan indah piring yang terselip di bibir, maka wanita tersebut semakin tinggi staminanya, semakin kaya dan semakin cantik. Bagaimana mereka makan denga bibir seperti itu? Yang jelas di suku ini mungkin tidak mengenal cium bibir

Suku Rikbaktsa

Rikbaktsa adalah kelompok etnis yang hidup di hutan hujan Amazon Brasil wilayah Mato Grosso. Mereka juga kadang-kadang disebut Orelhas de Pau (“Telinga kayu”) karena kebiasaan pria suku itu memakai kepingan kayu di telinga mereka agar memanjang.

Rikbaktsa adalah kelompok etnis yang hidup di hutan hujan Amazon Brasil wilayah Mato Grosso. Mereka juga kadang-kadang disebut Orelhas de Pau (“Telinga kayu”) karena kebiasaan pria suku itu memakai kepingan kayu di telinga mereka agar memanjang.
Pemuda pemuda tanggung Rikbaktsa akan menindik telinga mereka selama
perayaan ritual pada usia 14 atau 15 tahun ketika mereka mampu berburu
hewan besar dan tahu tentang upacara-upacara tradisional. Ritual ini
menandai transisi pemuda itu menjadi dewasa dan kelayakan untuk menikah
dengan mengganti nama mereka saat kecil menjadi nama dewasa yang baru.
Suku Rikbaktsa saat ini hanya memiliki 909 anggota dan ritual
perpanjangan telinga tidak diikuti lagi di kalangan pria muda.
Suku Dayak

Tradisi memanjangkan telinga dalam mode lain juga dilakukan oleh suku Dayak. Dan yang masih melakukannya hingga kini adalah suku Dayak Kenyah, Bahau dan Kayan di Kalimantan Timur. Di kalangan orang Dayak Kenyah, baik laki-laki maupun perempuan memiliki daun telinga yang sengaja dipanjangkan, akan tetapi panjangnya antara laki laki dan perempuan berbeda. Kaum laki-laki tidak boleh memanjangkan telinganya sampai melebihi bahunya, sedang kaum perempuan boleh memanjangkannya hingga sebatas dada.

Tradisi memanjangkan telinga dalam mode lain juga dilakukan oleh suku Dayak. Dan yang masih melakukannya hingga kini adalah suku Dayak Kenyah, Bahau dan Kayan di Kalimantan Timur. Di kalangan orang Dayak Kenyah, baik laki-laki maupun perempuan memiliki daun telinga yang sengaja dipanjangkan, akan tetapi panjangnya antara laki laki dan perempuan berbeda. Kaum laki-laki tidak boleh memanjangkan telinganya sampai melebihi bahunya, sedang kaum perempuan boleh memanjangkannya hingga sebatas dada.
Proses penindikan daun telinga ini sendiri dimulai sejak masa
kanak-kanak, yaitu sejak berusia satu tahun. Kemudian setiap tahunnya
mereka menambahkan satu buah anting atau subang perak. Anting atau
subang perak yang dipakai pun berbeda-beda, gaya anting yang
berbeda-beda ini menunjukkan perbedaan status dan jenis kelamin. Seperti
misalnya kaum bangsawan memiliki gaya anting sendiri yang tidak boleh
dipakai oleh orang-orang biasa. Sedangkan menurut penduduk Dayak Kenyah,
pemanjangan daun telinga di kalangan masyarakat Dayak secara
tradisional berfungsi sebagai penanda identitas kemanusiaan mereka.
Di Abad 21 ini sudah sedikit masarakat Dayak yang masih memiliki daun
telinga yang panjang, itupun kebanyakan para manula yang berusia di
atas 60 tahun.
Suku Apatani

Arunachal Pradesh, salah satu dari “Seven Sister”, di timur laut India yang adalah daerah terpencil namun kaya akan budaya budaya suku. Tradisi tradisi disana masih melekat dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Salah satu suku yang paling menarik adalah Apatani.

Arunachal Pradesh, salah satu dari “Seven Sister”, di timur laut India yang adalah daerah terpencil namun kaya akan budaya budaya suku. Tradisi tradisi disana masih melekat dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Salah satu suku yang paling menarik adalah Apatani.
Suku Apatani tinggal di lembah Ziro di negara bagian Arunachal
Pradesh di India timur laut. Wanita-wanita suku Apatani dianggap adalah
wanita-wanita paling cantik di antara suku Arunachal; sampai begitu
cantiknya, sehingga mereka harus membuat diri mereka terlihat tidak
menarik sebagai perlindungan dari suku suku lain yang memperebutkan
mereka. Oleh karena itu, wanita Apatani memakai colokan kayu besar di
hidung mereka, namun tradisi ini tidak lagi dilakukan oleh generasi muda
mereka. Saat ini suku apatani berjumlah sekitar 26.000.
Suku Kayan

Suku Kayan adalah etnis Tibet-Burman yang minoritas di Myanmar dan terkenal dengan kumparan kuningan yang perempuan suku tersebut pakai di leher mereka, memperpanjang mereka untuk proporsi yang tidak biasa. Karena konflik dengan rezim militer, suku Kayan banyak meninggalkan Myanmar di akhir 1980-an dan awal 1990-an dan hijrah ke Thailand, di mana leher panjang perempuan Kayan telah menjadi obyek wisata.

Suku Kayan adalah etnis Tibet-Burman yang minoritas di Myanmar dan terkenal dengan kumparan kuningan yang perempuan suku tersebut pakai di leher mereka, memperpanjang mereka untuk proporsi yang tidak biasa. Karena konflik dengan rezim militer, suku Kayan banyak meninggalkan Myanmar di akhir 1980-an dan awal 1990-an dan hijrah ke Thailand, di mana leher panjang perempuan Kayan telah menjadi obyek wisata.
Kumparan/Gelang kuningan ditempatkan di sekitar leher anak perempuan
ketika mereka berusia sekitar lima tahun. Setiap kumparan kemudian
diganti dengan yang lebih panjang. Leher sebenarnya tidak diperpanjang,
namun lebih karena berat kumparan kuningan mendorong tulang selangka
turun dan menekan tulang rusuk. Setelah dipakaikan di leher, kumparan
tidak akan dilepas kecuali jika tiba saatnya untuk menggantinya dengan
yang lebih panjang
Ketika ditanya tentang tujuan atau keuntungan dari modifikasi tubuh
seperti itu, jawaban wanita Kayan akan mengacu pada alasan identitas
budaya dan kecantikan. Para antropolog telah lama berspekulasi tentang
tujuan yang tepat dari kumparan kuningan ini. Dan muncullah teori teori
mereka mengenai tujuan adat pemakaian kumparan kuningan ini,
1. agar lebih menarik
2. agar tidak menarik
3. agar mencegah harimau untuk menerkam
4. agar melambangkan naga (figur penting dari cerita rakyat Kayan)
Dalam beberapa tahun terakhir, perempuan muda sudah mulai mengeluarkan gulungan.
1. agar lebih menarik
2. agar tidak menarik
3. agar mencegah harimau untuk menerkam
4. agar melambangkan naga (figur penting dari cerita rakyat Kayan)
Dalam beberapa tahun terakhir, perempuan muda sudah mulai mengeluarkan gulungan.
Suku Bagobo

Meruncingkan gigi adalah bentuk modifikasi tubuh yang sangat menyakitkan dimana perempuan dari beberapa suku di Asia Selatan telah melakukannya selama bertahun-tahun. Hal hal seperti ini dianggap yang paling utama saat dianggap sebagai kecantikan. Para wanita suku Bagobo di Mindanao, pulau paling timur Filipina, harus menghabiskan banyak waktunya untuk meruncingkan giginya dengan cara dipahat dengan bambu dan kayu…

Meruncingkan gigi adalah bentuk modifikasi tubuh yang sangat menyakitkan dimana perempuan dari beberapa suku di Asia Selatan telah melakukannya selama bertahun-tahun. Hal hal seperti ini dianggap yang paling utama saat dianggap sebagai kecantikan. Para wanita suku Bagobo di Mindanao, pulau paling timur Filipina, harus menghabiskan banyak waktunya untuk meruncingkan giginya dengan cara dipahat dengan bambu dan kayu…
Suku Mentawai

Suku Mentawai di pulau Siberut tahun 1940

Suku Mentawai di pulau Siberut tahun 1940
Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Sebagaimana
suku Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu
yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Daerah hunian warga
Mentawai, selain di Mentawai juga di Kepulauan Pagai Utara dan Pagai
Selatan. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali
dipelajari belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah
penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status
sosial penggunanya.
Pakaian utama untuk pria adalah cawat dan mereka dihiasi dengan
kalung dan bunga di rambut dan telinga mereka. Wanita memakai hal yang
sama kecuali mereka mengenakan sepotong kain yang dililitkan di sekitar
pinggang. Wanita mengenakan rompi kecil dan mereka mempertajam gigi
dengan sebuah alat pahat untuk alasan estetika yaitu membuat gigi
terlihat seperti ikan hiu. Tato dilakukan dengan jarum dan kayu yang
menggedor jarum.
Laki-laki berburu babi hutan, rusa dan primata. Perempuan dan
anak-anak mengumpulkan ubi liar dan makanan dari hutan lainnya.
Hewan-hewan kecil yang diburu oleh wanita.Suku Mentawai memelihara babi,
anjing, monyet dan kadang-kadang ayam sebagai hewan peliharaan.
Di bawah ini video dari seorang peneliti Inggris yang mengunjungi
suku Mentawai di Indonesia untuk mempelajari lebih lanjut tentang ritual
tubuh seperti tato dan peruncingan gigi. Ketika ditanya bagaimana dan
mengapa para wanita suku mentawai menahan rasa sakit yang kadang sampai
berhari-hari, jawabannya adalah sederhana: KECANTIKAN.
0 Response to "Modifikasi Tubuh Suku-Suku di Dunia"
Post a Comment