
Pulau Palmerston adalah pulau karang di Kepulauan Cook di salah satu bagian yang paling terpencil di Samudera Pasifik, sekitar 3.200 km dari Selandia Baru.
Seperti yang dikutip dari Alam Mengembang Jadi Guru,
Pulau kecil di Pasifik ini tidak memiliki bandara, dan dikunjungi oleh
kapal pasokan hanya dua kali setahun. Perjalanan menuju pulau ini begitu
panjang dan berbahaya dan hanya pengunjung yang pemberani yang berani
datang mengunjunginya. Tapi ketenaran Palmerston bukan hanya berasal
dari fakta bahwa itu adalah sebuah pulau surga yang sempurna, tetapi
juga dari sejarahnya yang unik.
Palmerston Atoll terdiri dari sejumlah pulau berpasir di cincin koral
yang mengelilingi laguna. Enam dari pulau-pulau berpasir tersebut
memiliki ukuran yang signifikan termasuk Palmerston, Pulau Utara, Lee To
Us, Leicester, Primrose, Toms, dan Cooks, yang luas total mereka hanya
2,6 kilometer persegi. Sedangkan Atol tersebut membungkus area seluas 56
kilometer persegi laut.
Orang pertama yang menginjakkan kaki di Palmerston adalah Kapten Cook
pada tahun 1777, meskipun ia telah menemukan pulau itu tiga tahun
sebelumnya pada perjalanannya yang lain. Kapten Cook memberi nama pulau
itu Palmerston. Pulau ini kemudian tetap tidak berpenghuni selama hampir
satu abad sampai William Marsters, seorang tukang kayu dan pembuat
kapal penangkap ikan paus, pada tahun 1860 melihat pulau ini. William
Marsters begitu terpesona dengan pulau tersebut dan tiga tahun kemudian
ia kembali bersama istrinya, putri kepala pulau Cook yang lain, dan dua
sepupunya dengan tujuan bermukim secara permanen di pulau itu.

Karena Atol tersebut belum pernah ditinggali pada waktu itu, Marsters
menggunakan kayu dari bangkai kapal untuk membangun dan mendirikan
sebuah komunitas kecil, yang kemudian termasuk gereja, ruang sekolah dan
rumah. Marsters, bersama dengan tiga wanita, memiliki 17 anak-anak yang
keturunan mereka membentuk populasi pulau Palmerston sekarang. Hari
ini, Palmerston memiliki 62 penduduk, semua kecuali tiga adalah
keturunan dari William Marsters.
Sebelum meninggal William Marsters, membagi-bagi pulau sehingga
masing-masing dari tiga istri dan keturunan mereka memiliki bagian dari
pulau utama dan masing-masing atol. Pengaturan ini masih berlaku
sekarang. Hari ini pulau Palmerston memiliki Dewan sendiri, yang
mewakili pemerintah daerah, dan anggotanya dari tiga keluarga tersebut.
Pernikahan dalam kelompok keluarga dilarang.

Para penghuni pulau Palmerston masih bangga dengan warisan Inggris
mereka – mereka mengibarkan bendera Inggris di acara-acara khusus,
memiliki foto besar Ratu Inggris di rumah-rumah mereka. Meskipun
dikelola oleh pemerintah Kepulauan Cook dibawah yurisdiksi Selandia
Baru, pada tahun 1954 keluarga Marsters diberikan kepemilikan penuh atas
pulau tersebut.
Kehidupan di Palmerston sederhana. Tidak ada toko, hanya ada dua
toilet, dan air hujan dikumpulkan untuk air minum. Uang hanya digunakan
untuk membeli persediaan dari dunia luar, bukan dari satu sama lain.
Listrik menyala dari pukul 06:00-12:00 setiap hari di pagi dan malam
hari. Sebuah stasiun telepon baru dibangun menjadi satu-satunya link
permanen ke dunia luar. Ikan merupakan makanan pokok penduduk pulau dan
satu-satunya ekspor mereka. Satu atau dua ton ikan parrot beku diambil
oleh kapal suplai yang datang dua kali setahun untuk memberikan pasokan
penting seperti beras dan bahan bakar.


Selain kapal kargo, pulau juga dikunjungi sekitar selusin kapal tiap
tahun membawa wisatawan. Karena tidak ada resort atau hotel, keluarga
disana selalu menawarkan rumah mereka sebagai homestay.


0 Response to "Di Pulau Terpencil Ini Semua Penduduknya Bersaudara"
Post a Comment